BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi
lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan
bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif.
Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling
sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan
oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain.
Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut
juga Hyaline membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari
paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 %
dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya
(Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan
pembentukan atau pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan
merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi
alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan
takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan
subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan.
Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain
RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis
campuran (Bobak, 2005).
Respiratory Distress Syndrome (RDS)
disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli,
edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke
dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari
angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress
Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi
dengan berat 501-1500 gram.
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat
badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan
kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan diperkenalkan
pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya
RDS.
1.2 Tujuan
Tujuan umum
Tujuan pembuatan makalah ini untuk
memperoleh pengetahuan mengenai sindrom gawat napas.
1.3 Tujuan khusus
Mengetahui tingkat pengetahuan
mahasiswi mengenai sindrom gangguan pernapasan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Gangguan pernafasan yang
sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt),
retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96
jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai
dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting
darah melalui PDA.
Definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas
berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap
dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran
infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis,
kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat
otopsi.
Sindrom gangguan
pernafasan (respiration distress syndrom,RDS) dalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini Merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya
jumlah sulfaktan dalam paru. Gangguan ini biasanya
dikenal dengan nama hyaline membrane desease (HMD) atau penyakit membran hialin
karena pada penyaakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. (Marmi dan Kukuh
Rahardjo,2012)
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang
disebabkan oleh ketidak maturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel
tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. Sindrom ini terdiri atas
dispue, merinti/gruncing,tachipnue, retraksi dinding dada serta sianosis.
Gejala ini timbul biasanya dalam 24jam pertama setelah lahir dengan degradasi
yang berbeda-beda,namun yang selalu adalah dispnue yang Merupakan tanda
kesulitan ventilasi paru.
Diagnosis dini perlu segera ditegakkan mengingat bahaya
hipoksia akibat dari gangguan ventilasi paru. Diagnosis bisa ditegakkan dari
anamnesis riwayat kehamilan, persalinan, gejala klinis,dan pemeriksaan
penunjang. Sindrom ini paling sering didapatkan ditempat praktik sehari-hari
dan sering Merupakan kegawatan neonatus yang berakibat kematian atau cacat
fisik dan mental dimasa mendatang. Sering kali sindrom ini sebagai suatu fase
adaptasi sistem pernapasan,sehingga akan pulih menjadi normal lagi. (Wafi Nur Muslihatun,2010)
2.2 ETIOLOGI
RDS sering terjadi pada bayi prematur
atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar
pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan
pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual
sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan
untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga
pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut
biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab
utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di
dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom neonatus yang terdiri
faktor ibu,faktor plasenta, faktor janin,dan faktor persalinan:
1. Faktor
Ibu
Faktor
ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit
pembuluh darah ibu yang menggangu pertukaran gas janin seperti hipertensi,
penyakit jantung,diabetes mellitus, dan lain-lain.
2. Faktor
Plasenta
Factor
plasenta meliputi solusio plasenta,perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor
Janin
Faktor
janin atau neonates meliputi tali pusat menumbung,tali pusat melilit
leher,kompresi tali pusat antara jaanin daan jalan lahir,gemeli
premature,kelainan
kongenital,
pada neonates dan lain-lain.
4. Faktor
Persalinan
Faktor
persalinan meliputi partus lama,partus dengan tindakan dan lain-lain.
2.3 PATOFISIOLOGI
Kegawatan
pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat
menimbulkan dampak yang cukup berat bagi
bayi berupa kerusakaa otak atau bahkan kematian. Akibat
dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinaya kekurangan oksiggen
(hipoksia) pada tubuh bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan
mengaktifkan metabolism anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan
lama,metabolism anaerob akan menghasilkan asam laktat.(Marmi dan Kukuh Rahardjo,2012)
Dengn
memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak maka akan terjadi
kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Pada stadium awal terjadi hiperventilasi
diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi darah
relative masih baik. Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi
perifer ringan menimbulkan peninggkatan tekanan darah dan reflek bradikardi
ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengaan meningkatkan
implus aferen seperti perangsangan pada kulit. Apneu normal berlangsung sekitar
1-2 menit.
Apnen primer dapat
memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium
dan asidosis akan memperberat bradikardi,vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan
ini dapat terjadi sampai 5menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu
sekunder denyut jantung,tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah
terus menurun.bayi tidan bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali pernafasan buatan
dan pemberian oksigen segera dimulai.
2.4 Manifestasi
Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini
sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli,
edema, dan kerusakan
sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul iaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi
dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah
lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS
yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit
bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan
paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai
ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih
luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak
dapat dilihat.
2.5 Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi kegawatan
pernafasan (Monica Ester,2003)
meliputi:
a. Mempertahankan
ventilasi dan oksigenasi adekwat
b. Mempertahakan
keseimbangan asaam basa.
c. Mempertahankan
suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan
perfusi jaringan adekwat.
e. Mencegah
hipotermia.
f. Mempertahankan
cairan dan elektrolit adekwat.
Tindakan
untuk mengatasi kegawatan pernafasan (esty
wahyuningsih,2009)
a. Bebaskan
jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan pernapasan
b. Jika
terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus
c. Pertahankan
kadar gula agar tidak turun
d. Beri
dosis pertama antibiotic intramuscular
e. Anjurkan
agar bayi tetap hangat
f. Lakukan
rujukan segera
1) Penatalaksana secara umum (Sudarti dan
Endang Khoirunnisa,2010)
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai
dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan
dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga kepatenan jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit
dengan kateter nasal)
e. Jika bayi mengalami apneu
f. Lakukan tindakan resusitasi sesuai
tahap yang diperlukan.
g. Lakukan penilaian lanjut.
h. Bila terjadi kejang potong kejang.
i.
Segera periksa kadar gula darah.
j.
Pemberian nutrisi adekuat.
k. Setelah menajemen umum, segera
dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau
derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
2) Gangguan
nafas ringan (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)
Beberapa bayi cukup bulan yang
mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain
disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah
bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan
merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
a.
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam
selama 6 jam berikutnya.
b.
Bila dalam pengamatan gangguan
pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis lainya, terapi untuk kemungkinan
besar sepsis dan tangani gangguan sedang
atau berat seperti tersebut diatas
c.
Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila
tidak,berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternaatif
pemberian minuman
d.
Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan nafas, hentikan pemberian O2 jika frekuensi nafas antara 30-60
kali/menit.
e.
Amati bayi selama 24 jam
berikutnya, jika frekuensi nafas menetap antaran 30-60kali/menit,tidak ada
tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan,bayi dapat
dipulangkan.
3)
Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)
a. Lanjutkan pemberian O2 dengan
kecepatan aliran sedang.
b. Bayi jangan diberi minum.
c. Jika ada tanda berikut,ambil sempel
darah untuk kultur dan berikan antibiotic ( ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
1. Suhu aksiler <35 derajat celcius
atau >39 derajat celcius.
2. Air ketuban bercampur mekonium.
3. Riwayat infeksi intrauterine,demam
curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (>18 jam).
d. Bila suhu aksiler 34-36,5 derajat
celcius atau 37,5-39 derajat celcius tangani untuk masalah suhu abnormal,dan
nilai ulang setelah 2 jam.
1. Bila suhu masih belum stabil atau
gangguan nafas belum ada perbaikan, ambil sempel darah,dan berikan antibiotic
untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
2. Jika suhu abnormal,teruskan amati
bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan diatas.
e. Bila tidak ada tanda-tanda kearah
sepsis,nilai kembali bayi setelah 2jam. Apabila bayi tidak menunjukkan
perbaikan atau tanda-tanda prburukan setelah 2 jam,terapi untuk kemungkinan
besar sepsis.
f. Bila bayi mulai menunjukkan
tanda-tanda perbaikan ( frekuensi nafar menurun, tarikan dinding dada berkurang
atau suara merintih berkurang)
1. Kurangi terapi O2 secaraa bertahap.
Jangan memberikan terapi O2 yang tidak perlu secara terus menerus.
Hentikan pemberian O2 bilamana bayi tidak ada gangguan nafas dan diudara
ruangan tanpa pemberian O2 bayi tampak kemerahan.
2. Pasang pipa lambung, berikan ASI
peras setiap 2jam
3. Bila pemberian O2 tak diperlukan
lagi, bayi mulai dilatih menyusui. Bila bayi tak bisa menyusui, berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum
g. Amati bayi selama 24 jam setelah
pemberian antibiotic dihentikan.jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian O2 selam 3 hari, minum baik dan tidak ada alasan bayi tetap tinggal
dirumah sakit dirumah sakit,bayi dapat dipulangkan.
4) Gangguan nafas berat. (Sudarti dan
Endang Khoirunnisa,2010)
Semakin
kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin sering dan semakin berat.
Pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu)
gangguan nafas kering memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak
terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada
hari ke 4-7.
a. Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan
aliran sedang (antara rendah dan tinggi,lihat terapi oksigen)
b. Tangani sebagai kemungkinan besar
sepsis.
c. Bila bayi menunjukkan tanda
pemburukan atau terhadap terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada
kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis
sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan segera rujuk bayi
kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik.
d. Jika gangguan nafas masih menetap
selama 2 jam, pasanng pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
e. Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa
bila ada tanda perbaikan.
f. Jika bayi mulai menunjukkan tanda
perbaikan (frekkuensi nafas menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik).
1. Kurangi pemberian O2
Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu hentikan
pemberian O2 bila bayi diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O2 tidak
mengalami gangguan nafas dan tampak kemerahan.
2. Mulailah pemberian ASI peras melalui
pipa lambunng.
3. Bila pemberian O2 tak diperlukan
lagi,bayi mulai dilatih dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian
minum.
Pantau dan catat setiap 3 jam
mengenai:
1. Frekuensi nafas
2. Adanya terikan dinding dada atau
suara merintih saat ekspirasi.
3. Episode apnea.
a. Periksa kadar glucose darah sekali
sehari setengah kebutukan minum dapat dipenuhi secara oral.
b. Alati bayi selama 24 jam setelah
pemberian antibiotic dihentikan. Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2
sselama 3 hari, minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan
dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Bagan
Penanganan Gangguan Pernafasan Bayi Baru Lahir (Abdul Barisaifudin dkk,2009)
TANDA-TANDA
|
Pernafasan
cuping hidung, sianosis atau pucat, tarikan kedalam dinding iga bagian bawah,
merintih, pernafasan cepat > 60/menit, aktivitas menurun sidertai atoni
atau hipotonoi.
|
|
KATEGORI
|
Gngguan
pernafasan sedang
|
Gangguan
pernafasan berat
|
Penilaian
1. Pernafasan
2. Biru
(sianosis)
|
1. >60/menit
2. Biru
disekitar mulut
|
1. 0(apnu)-<40/menit
2. Biru
sentral lidah biru)
|
Puskesmas
|
1. Bersihkan
jalan nafas
2. Pertahankan
tetap hangat
3. Beri
O2, kalau perlu dengan masker
4. Lanjutkan
pemberian ASI dengan cara diteteskan atau dengan sonde bila tidak mau menelan
5. Beri
antibiotic ampisilin dan gentamisin
6. Perawatan
tali pusat bersih
7. Amati
terhadap tanda-tanda kegawatan/sakit berat (rujuk ke rumah sakit)
|
1. Berikan
jalan nafas
2. Pertahankan
tiap hangat
3. Ventilasi
tekanan positif dengan pernafasan dari mulut ke mulut atau menggunakan balon
dan sungkup dengan oksigen
4. Bila
perlu pijat jantung luar
5. Beri
antibiotic ampisilin dan gentamisin
6. Perawtan
tali pusat bersih
7. Amati
terhadap tanda-tanda gawatan/sakit berat (rujuk ke rumah sakit)
|
Puskesmas
|
Bila
terpaksa tidak dirujuk :
1. Beri
antibiotic
2. Bila
perlu beli oksigen
3. ASi
diteruskan
4. Infuse
bila ada masalah minum
|
|
Rumah Sakit
|
1. X-ray
toraks
2. Infuse
3. Cegah
hipotermi
4. Oksigen
5. Antibiotic
|
1. X-ray
toraks
2. VTP
: balon-sungkup ventilator
3. Infuse
4. Cegah
hipotermi
5. Antibiotic
|
2.6 Klasifikasi gangguan nafas
Frekuensi
nafas
|
Gejala
tambahan gangguan nafas
|
Klarifikasi
|
|
>60
kali/menit
|
Dengan
|
Sianosi
sentral dan tarikan dinding
dada atau merintih saat ekspirasi
|
|
Atau >90 kali/menit
|
Dengan
|
Sianosis
sentral atau tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi
|
Gangguan
nafas berat
|
Atau
<30 kali/menit
|
Dengan
atau tanpa
|
Gejala
lain dari gangguan nafas
|
|
60-90
kali/menit
|
Dengan
terapi tanpa
|
Tarikan
dinding dada atau merintih saat ekspirasi sianosis sentral
|
|
Atau
>90 kali/menit
|
Tanpa
|
Tarikan
dinding dada atau merintih saat ekspirasi sianosis sentral
|
Gangguan
nafas sedang
|
60-90
kali/menit
|
Tanpa
|
Tarikan
dinding dada atau merintih saat ekspirasi sianosis sentral
|
Gangguan
nafas ringan
|
60-90
kali/menit
|
Dengan
terapi tanpa
|
Sianosis
sentral tarikan dinding dada atau merintih
|
Kelainan
jantung kongenital
|
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI DAN BALITA
DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN (ASFIKSIA SEDANG)
Pengkajian dilakukan pada tanggal :
18 Oktober 2011 Jam : 10.00 WIB
3.1 DATA SUBJEKTIF :
3.1.1 Biodata
1. Bayi
Nama :
Bayi Ny.D
Tgl/Jam
Lahir : 18 Oktober 2011
Jenis
Kelamin :
laki-laki
2. Orang
Tua
Nama
Istri :
Ny. D Nama
Suami : Tn.S
Umur :
25 th Umur : 30 th
Agama :
Islam Agama :
Islam
Suku :
Makassar Suku :
Jawa
Pendidikan :
SMP Pendidikan :
SMA
Pekerjaan :
IRT Pekerjaan : Dagang
Alamat :
Tulungagung Alamat :
Tulungagung
3. Keluhan utama :
bayi lahir dengan sesak di karenakan adanya lendir pada hidung.
4. Riwayat keluhan
utama : Bayi lahir pada tanggal 18 Oktober
2011 pukul 10.00 WIB, bayi sesak, nafas 24 x/ menit, disertai badan panas suhu
tubuh 35,8oC.
3.1.2 Riwayat
Kehamilan, Persalian dan Nifas yang Sekarang
1. Pemeriksaan Kehamilan
a. Pemeriksaan Kehamilan
GI
PO AO
1) Trimester
I : 1 kali
Tempat
Periksa : Bidan
Keluhan : mual dan sering BAK
2) Trimester
II : 2 kali
Tempat
Periksa : Bidan
Keluhan : tidak ada
3) Trimester
III : 2 kali
Tempat
Periksa : Bidan
Keluhan : cemas, sulit tidur, sering BAK
b. Imunisasi selama
kehamilan : 2 kali
c. Penyakit yang
diderita selama kehamilan : tidak ada
2. Riwayat Persalinan
a. Persalinan ditolong
oleh : bidan
b. Jenis
persalinan : spontan
pervaginam
c. Tempat
persalinan : RSUD dr.Iskak
Tulungagung
d. Lama
persalinan :
1) Kala I :
13 jam 35 menit
2) Kala
II : 30 menit
3) Kala
III : 10 menit
e. A/S : 5
3. Riwayat Nifas : tidak ada
3.2 DATA OBJEKTIF
1.2.1 Pemeriksaan Umum
1. keadaan
umum : baik
2. kesadaran : CM
3. Antropometri
a. Berat
badan : 2000 gr
b. Panjang
badan : 46 cm
c. Lingkar
kepala : 33
cm
4. Tanda vital
a. Suhu : 35,80C
b. Nadi : 90
x/mnt
c. Pernapasan : 24 x/mnt
3.2.2 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
a. Simetris : simetris
b. Ubun-ubun
besar : ada,
berbentuk layang-layang
c. Ubun-ubun
kecil : ada,
bentuk segitiga
2. Mata
a. Posisi : simetris
kanan dan kiri
b. Kotoran : tidak
ada kotoran
c. Pendarahan : tidak
ada perdarahan
3. Hidung
a. Lubang : ada
lubang hidung
b. Cuping
hidung : tidak
ada pernafasan cuping hidung
c. Keluaran : terdapat
lendir pada lubang
4. Mulut
a. Simetris : simetris
atas dan bawah
b. Pelatum : tidak
labiospallatoskizis
c. Bibir : tidak
labioskizis
5. Telinga
a. Simetris : simetris,
kanan dan kiri
b. Daun
telinga : ada
kanan dan kiri
c. Lubang
telinga : ada,kanan-kiri
6. Leher
a. Kelainan : tidak
ada kelainan
b. Pergerakan : memutar
kanan dan kiri
7. Dada
a. Pergerakan : lemah
b. Bunyi nafas : teratur,
tetapi lemah
c. Bunyi
jantung : lemah
8. Perut
a. Bentuk : simetris
b. Bising
usus : ada
c. Kelainan : tidak
ada kelainan
9. Tali Pusat
a. Pembuluh
darah : terdapat
2 arteri, dan 1 vena
b. Perdarahan : tidak
ada perdarahan
c. Kelainan
tali pusat : baik,
tidak ada kelainan
10. Kulit
a. Warna : biru pucat
b. Turgor : baik
c. Lanugo : ada,
sedikit
d. Vernik
caseosa : ada
11. Punggung
a. Bentuk : simetris
b. Kelainan : tidak ada
kelainan
12. Ekstrimitas
a. Tangan : jari-jari tangan lengkap
b. Kaki : sama panjang, jari-jari
lengkap
c. Kelainan : tidak ada kelainan
13. Genetalia (bayi laki-laki)
a. Scrotum : ada, simetris
b. Testis : ada, sudah turun
mausk scrotum
c. Penis : ada, panjang 2,5 cm
d. Kelainan : tidak ada
kelainan
14. Refleks
a. Moro : masih lemah
b. Rooting : masih lemah
c. Isap : masih lemah
15. Menangis : bayi menangis lemah
3.3 ASSASMENT
Diagnosa :
bayi baru lahir umur 1 hari dengan sesak yang dikarenakan adanya lendir pada
hidung.
DS : Bayi
lahir pada tanggal 18 Oktober 2011 pukul 10.00 WIB, bayi sesak, nafas 24x/ menit, disertai badan panas suhu
tubuh 35,8oC.
DO :
1. Tanda
vital
a. Suhu : 35,80C
b. Nadi : 90
x/mnt
c. Pernapasan : 24 x/mnt
2. Hidung
a. Lubang : ada
lubang hidung
b. Cuping
hidung : tidak
ada pernafasan cuping hidung
c. Keluaran : terdapat
lendir pada lubang
Masalah
potensial : - bayi
mengalami kesulitan bernafas karena terdapat lender pada hidung.
- potensial terjadi asfiksia
berat
Kebutuhan :
- rasa hangat, karena terdapat lender pada hidung dan suhu tubuh yg dingin 37,60C
-
resusitasi
3.4 PLANNING
Tanggal 18 oktober 2011, pukul 10.00
WIB
1. Berikan suhu lingkungan yang optimal pada suhu 35 – 37oC yaitu dengan meletakkan bayi pada inkubator
Ø R: Untuk menjaga suhu tubuh bayi agar tetap
hangat
2.
Berikan cairan dan
elektrolit ( glukosa 5 – 10 persen ) dengan jumlah yang disesuaikan umur dan BB
60-125 kg BB/hari
Ø R: Untuk memberikan tambahan nutrisi pada
bayi
3. Berikan oksigen secara hati-hati sebelumnya
dilakukan pemeriksaan analisis gas darah arteri bila fasilitas untuk
pemeriksaan tidak ada, maka O2 diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari 40
atau 0,8 L / menit
Ø R: untuk membantu pernafasan bayi agar
pernafasan bayi menjadi teratur dan cukup kuat
4. Berikan antibiotik (penisilin dengan dosis 50.000-100.000
UI/kg BB/hari atau 100 mg/kg dengan atau gentamicin 3-5) mg
Ø R: Untuk mencegah terjadinya infeksi
5. Berikan surfaktan eksogen (surfaktan dari luar)
Ø R: untuk memenuhi kadar surfaktan dan untuk
meredakan tegangan permukaan alveolus agar tidak terjadi kolaps
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pola pernafasan normal adalah
teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi. RDS (Respiratory
Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease merupakan hasil
dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas.
Pada penyakit ini,
terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi
paru-paru. Secara
klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan
cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih)
dalam beberapa jam pertama kehidupan.
Manifestasi dari RDS disebabkan
adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya
menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan, penyebab sindrom ini
terdiri faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin,dan faktor persalinan.
Sindrom
ini terdiri atas dipsnue, merinti/gruncing, tachipnue, retraksi dinding dada
serta sianosis. Gejala ini timbul biasanya dalam 24jam pertama setelah lahir
dengan degradasi yang berbeda-beda,namun yang selalu adalah dipsnue yang
Merupakan tanda kesulitan ventilasi paru. gangguan pernafasan ini dapat menimbulkan dampak yang cukup berat
bagi bayi berupa kerusakaa otak atau
bahkan kematian.
4.2 Saran
Semoga makalah ini dapat memberi
manfaat bagi pembaca dan apabila ada kekurangan, kami mohon saran dan kritik
membangun sehingga dapat kami tingkatkan dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuningsih, Esty. 2009. Asuhan
Neoatus Anak dan Balita. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Saifuddin, Abdul Bari. Dkk. 2009. Buku Buku Acuhan Nasional Pelayanan
Kesehatan Internal dan Neonatal. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Ester, Monica. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta.
Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Fitramaya:
Yogyakarta
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak
Balita. Nuha Medika: Yogyakarta.
Marmi
dan Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus
Bayi Balita dan Anak Prasekolah. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.