Kamis, 06 Maret 2014

RDS (Respiratory Distress Syndrome)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2005).
            Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram.
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS.

1.2    Tujuan
Tujuan umum
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memperoleh pengetahuan mengenai sindrom gawat napas.
1.3  Tujuan khusus
Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswi mengenai sindrom gangguan pernapasan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  DEFINISI
Gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA.
Definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Sindrom gangguan pernafasan (respiration distress syndrom,RDS) dalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini Merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah sulfaktan dalam paru. Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline membrane desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyaakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. (Marmi dan Kukuh Rahardjo,2012)
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidak maturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. Sindrom ini terdiri atas dispue, merinti/gruncing,tachipnue, retraksi dinding dada serta sianosis. Gejala ini timbul biasanya dalam 24jam pertama setelah lahir dengan degradasi yang berbeda-beda,namun yang selalu adalah dispnue yang Merupakan tanda kesulitan ventilasi paru.
Diagnosis dini perlu segera ditegakkan mengingat bahaya hipoksia akibat dari gangguan ventilasi paru. Diagnosis bisa ditegakkan dari anamnesis riwayat kehamilan, persalinan, gejala klinis,dan pemeriksaan penunjang. Sindrom ini paling sering didapatkan ditempat praktik sehari-hari dan sering Merupakan kegawatan neonatus yang berakibat kematian atau cacat fisik dan mental dimasa mendatang. Sering kali sindrom ini sebagai suatu fase adaptasi sistem pernapasan,sehingga akan pulih menjadi normal lagi. (Wafi Nur Muslihatun,2010)

2.2  ETIOLOGI
RDS sering terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom neonatus yang terdiri faktor ibu,faktor plasenta, faktor janin,dan faktor persalinan:
1.      Faktor Ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang menggangu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung,diabetes mellitus, dan lain-lain.

2.      Faktor Plasenta
Factor plasenta meliputi solusio plasenta,perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3.      Faktor Janin
Faktor janin atau neonates meliputi tali pusat menumbung,tali pusat melilit leher,kompresi tali pusat antara jaanin daan jalan lahir,gemeli premature,kelainan
kongenital, pada neonates dan lain-lain.
4.      Faktor Persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama,partus dengan tindakan dan lain-lain.

2.3  PATOFISIOLOGI
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi  bayi berupa kerusakaa otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinaya kekurangan oksiggen (hipoksia) pada tubuh bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolism anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama,metabolism anaerob akan menghasilkan asam laktat.(Marmi dan Kukuh Rahardjo,2012)
Dengn memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi darah relative masih baik. Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peninggkatan tekanan darah dan reflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengaan meningkatkan implus aferen seperti perangsangan pada kulit. Apneu normal berlangsung sekitar 1-2 menit.
Apnen primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi,vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung,tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun.bayi tidan bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen segera dimulai.
2.4  Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.
2.5  Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (Monica Ester,2003) meliputi:
a.       Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekwat
b.      Mempertahakan keseimbangan asaam basa.
c.       Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d.      Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.
e.       Mencegah hipotermia.
f.       Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.
Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (esty wahyuningsih,2009)
a.       Bebaskan jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan pernapasan
b.      Jika terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus
c.       Pertahankan kadar gula agar tidak turun
d.      Beri dosis pertama antibiotic intramuscular
e.       Anjurkan agar bayi tetap hangat
f.       Lakukan rujukan segera

1)      Penatalaksana secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)
a.       Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
b.      Pantau selalu tanda vital
c.       Jaga kepatenan jalan nafas
d.      Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e.       Jika bayi mengalami apneu
f.       Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
g.      Lakukan penilaian lanjut.
h.      Bila terjadi kejang potong kejang.
i.        Segera periksa kadar gula darah.
j.        Pemberian nutrisi adekuat.
k.      Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
2)      Gangguan nafas ringan (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
a.       Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
b.      Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis lainya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan sedang atau berat seperti tersebut diatas
c.       Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak,berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternaatif pemberian minuman
d.      Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan nafas, hentikan pemberian O2 jika frekuensi nafas antara 30-60 kali/menit.
e.       Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas menetap antaran 30-60kali/menit,tidak ada tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan,bayi dapat dipulangkan.
3)      Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)
a.       Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang.
b.      Bayi jangan diberi minum.
c.       Jika ada tanda berikut,ambil sempel darah untuk kultur dan berikan antibiotic ( ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
1.      Suhu aksiler <35 derajat celcius atau >39 derajat celcius.
2.      Air ketuban bercampur mekonium.
3.      Riwayat infeksi intrauterine,demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (>18 jam).
d.      Bila suhu aksiler 34-36,5 derajat celcius atau 37,5-39 derajat celcius tangani untuk masalah suhu abnormal,dan nilai ulang setelah 2 jam.
1.      Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, ambil sempel darah,dan berikan antibiotic untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
2.      Jika suhu abnormal,teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan diatas.
e.       Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,nilai kembali bayi setelah 2jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda prburukan setelah 2 jam,terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
f.       Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan ( frekuensi nafar menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang)
1.      Kurangi terapi O2 secaraa bertahap.
Jangan memberikan terapi O2 yang tidak perlu secara terus menerus. Hentikan pemberian O2 bilamana bayi tidak ada gangguan nafas dan diudara ruangan tanpa pemberian O2 bayi tampak kemerahan.
2.      Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2jam
3.      Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui. Bila bayi tak bisa menyusui, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum
g.      Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan.jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selam 3 hari, minum baik dan tidak ada alasan bayi tetap tinggal dirumah sakit dirumah sakit,bayi dapat dipulangkan.  

4)      Gangguan nafas berat. (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas kering memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
a.       Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan tinggi,lihat terapi oksigen)
b.      Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c.       Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik.
d.      Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
e.       Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.
f.       Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekkuensi nafas menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik).
1.      Kurangi pemberian O2
Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu hentikan pemberian O2 bila bayi diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O2 tidak mengalami gangguan nafas dan tampak kemerahan.
2.      Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
3.      Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian minum.

Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
1.      Frekuensi nafas
2.      Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.
3.      Episode apnea.
a.       Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah kebutukan minum dapat dipenuhi secara oral.
b.      Alati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 sselama 3 hari, minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

Bagan Penanganan Gangguan Pernafasan Bayi Baru Lahir (Abdul Barisaifudin dkk,2009)
TANDA-TANDA
Pernafasan cuping hidung, sianosis atau pucat, tarikan kedalam dinding iga bagian bawah, merintih, pernafasan cepat > 60/menit, aktivitas menurun sidertai atoni atau hipotonoi.
KATEGORI
Gngguan pernafasan sedang
Gangguan pernafasan berat
Penilaian
1.   Pernafasan
2.   Biru (sianosis)

1.      >60/menit
2.      Biru disekitar mulut


1.      0(apnu)-<40/menit
2.      Biru sentral lidah biru)
Puskesmas
1.      Bersihkan jalan nafas
2.      Pertahankan tetap hangat
3.      Beri O2, kalau perlu dengan masker
4.      Lanjutkan pemberian ASI dengan cara diteteskan atau dengan sonde bila tidak mau menelan
5.      Beri antibiotic ampisilin dan gentamisin
6.      Perawatan tali pusat bersih
7.      Amati terhadap tanda-tanda kegawatan/sakit berat (rujuk ke rumah sakit)
1.      Berikan jalan nafas
2.      Pertahankan tiap hangat
3.      Ventilasi tekanan positif dengan pernafasan dari mulut ke mulut atau menggunakan balon dan sungkup dengan oksigen
4.      Bila perlu pijat jantung luar
5.      Beri antibiotic ampisilin dan gentamisin
6.      Perawtan tali pusat bersih
7.      Amati terhadap tanda-tanda gawatan/sakit berat (rujuk ke rumah sakit)
Puskesmas
Bila terpaksa tidak dirujuk :
1.      Beri antibiotic 
2.      Bila perlu beli oksigen
3.      ASi diteruskan
4.      Infuse bila ada masalah minum
Rumah Sakit
1.      X-ray toraks
2.      Infuse
3.      Cegah hipotermi
4.      Oksigen
5.      Antibiotic
1.      X-ray toraks
2.      VTP : balon-sungkup ventilator
3.      Infuse
4.      Cegah hipotermi
5.      Antibiotic


2.6 Klasifikasi gangguan nafas

Frekuensi nafas

Gejala tambahan gangguan nafas
Klarifikasi
>60 kali/menit
Dengan
Sianosi sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi 

Atau >90 kali/menit
Dengan
Sianosis sentral atau tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi
Gangguan nafas berat
Atau <30 kali/menit
Dengan atau tanpa
Gejala lain dari gangguan nafas

60-90 kali/menit
Dengan terapi tanpa
Tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi sianosis sentral

Atau >90 kali/menit
Tanpa
Tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi sianosis sentral
Gangguan nafas sedang
60-90 kali/menit
Tanpa
Tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi sianosis sentral
Gangguan nafas ringan
60-90 kali/menit
Dengan terapi tanpa
Sianosis sentral tarikan dinding dada atau merintih
Kelainan jantung kongenital

 
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI DAN BALITA
DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN (ASFIKSIA SEDANG)

 Pengkajian dilakukan pada tanggal : 18 Oktober 2011        Jam : 10.00 WIB

3.1 DATA SUBJEKTIF :
3.1.1  Biodata
1.  Bayi
Nama                               : Bayi Ny.D
Tgl/Jam Lahir                  : 18 Oktober 2011
Jenis Kelamin                  : laki-laki
2. Orang Tua
Nama Istri               : Ny. D                    Nama Suami     : Tn.S
Umur                       : 25 th                     Umur                 : 30 th
Agama                     : Islam                    Agama               : Islam
Suku                        : Makassar              Suku                  : Jawa
Pendidikan              : SMP                      Pendidikan        : SMA
Pekerjaan                : IRT                        Pekerjaan          : Dagang
Alamat                    : Tulungagung         Alamat              : Tulungagung
3. Keluhan utama      : bayi lahir dengan sesak di karenakan adanya lendir pada hidung.
4. Riwayat keluhan utama    :  Bayi lahir pada tanggal 18 Oktober 2011 pukul 10.00 WIB, bayi sesak, nafas 24 x/ menit, disertai badan panas suhu tubuh 35,8oC.

3.1.2 Riwayat Kehamilan, Persalian dan Nifas yang Sekarang
1.  Pemeriksaan Kehamilan
a.  Pemeriksaan Kehamilan
GI PO AO
1)   Trimester I       : 1 kali
      Tempat Periksa     : Bidan
      Keluhan                : mual dan sering BAK
2)   Trimester II       : 2 kali
      Tempat Periksa     : Bidan
      Keluhan                : tidak ada
3)   Trimester III      : 2 kali
      Tempat Periksa     : Bidan
      Keluhan                 : cemas, sulit tidur, sering BAK
b.  Imunisasi selama kehamilan : 2 kali
c.  Penyakit yang diderita selama kehamilan   : tidak ada

2.  Riwayat Persalinan
a.  Persalinan ditolong oleh :     bidan
b.  Jenis persalinan            :     spontan pervaginam
c.  Tempat persalinan        :     RSUD dr.Iskak Tulungagung
d.  Lama persalinan           :    
1)   Kala I         : 13 jam 35 menit
2)   Kala II        : 30 menit
3)   Kala III       : 10 menit
e.   A/S                               :     5

3.  Riwayat Nifas     : tidak ada

3.2 DATA OBJEKTIF
1.2.1 Pemeriksaan Umum
1. keadaan umum          : baik
2. kesadaran                   : CM
3. Antropometri
a.  Berat badan                   :  2000 gr
b.  Panjang badan               :  46 cm
c.  Lingkar kepala               : 33 cm

4. Tanda vital
a.  Suhu                              : 35,80C
b.  Nadi                              : 90 x/mnt
c.  Pernapasan                    : 24 x/mnt

3.2.2 Pemeriksaan Fisik
1.  Kepala  
 a.  Simetris                         : simetris
b.  Ubun-ubun besar          : ada, berbentuk layang-layang
c.  Ubun-ubun kecil           : ada, bentuk segitiga

2.  Mata
a.    Posisi                           : simetris kanan dan kiri
b.    Kotoran                       : tidak ada kotoran
c.    Pendarahan                  : tidak ada perdarahan
3. Hidung
a.    Lubang                        :  ada lubang hidung
b.    Cuping hidung            : tidak ada pernafasan cuping hidung
c.    Keluaran                      : terdapat lendir pada lubang
4. Mulut
a.    Simetris                        : simetris atas dan bawah
b.    Pelatum                        : tidak labiospallatoskizis
c.    Bibir                             : tidak labioskizis
5.  Telinga
a.    Simetris                        : simetris, kanan dan kiri      
b.    Daun telinga                : ada kanan dan kiri
c.    Lubang telinga             : ada,kanan-kiri

6.  Leher
a.    Kelainan                       : tidak ada kelainan
b.    Pergerakan                   : memutar kanan dan kiri

7.  Dada
a.    Pergerakan                    : lemah
b.    Bunyi nafas                   : teratur, tetapi lemah
c.    Bunyi jantung               : lemah
8.  Perut
a.    Bentuk                           : simetris
b.    Bising usus                    : ada
c.    Kelainan                        : tidak ada kelainan
9.  Tali Pusat
a.    Pembuluh darah             : terdapat 2 arteri, dan 1 vena
b.    Perdarahan                     : tidak ada  perdarahan
c.    Kelainan tali pusat         : baik, tidak ada kelainan
10.  Kulit
a.    Warna                             : biru pucat
b.    Turgor                             : baik
c.    Lanugo                            : ada, sedikit    
d.    Vernik caseosa                : ada


11. Punggung                             
a.    Bentuk                             : simetris
b.    Kelainan                          : tidak  ada kelainan
12. Ekstrimitas
a.    Tangan                             : jari-jari tangan lengkap
b.    Kaki                                 : sama panjang, jari-jari lengkap
c.    Kelainan                           : tidak ada kelainan
13. Genetalia (bayi laki-laki)
a.    Scrotum                            : ada, simetris
b.    Testis                                : ada, sudah turun mausk scrotum
c.    Penis                                 : ada, panjang 2,5 cm
d.    Kelainan                           : tidak ada kelainan


14. Refleks
a.    Moro                                 : masih lemah
b.    Rooting                             : masih lemah
c.    Isap                                    : masih lemah
15. Menangis                                   : bayi menangis lemah




3.3 ASSASMENT

Diagnosa        : bayi baru lahir umur 1 hari dengan sesak yang dikarenakan adanya lendir pada hidung.
DS     : Bayi lahir pada tanggal 18 Oktober 2011 pukul 10.00 WIB, bayi sesak, nafas 24x/ menit, disertai badan panas suhu tubuh 35,8oC.
DO     :
1.     Tanda vital
a.    Suhu                              : 35,80C
b.    Nadi                              : 90 x/mnt
c.    Pernapasan                    : 24 x/mnt
2.    Hidung
a.    Lubang                          :  ada lubang hidung
b.    Cuping hidung              : tidak ada pernafasan cuping hidung
c.    Keluaran                       : terdapat lendir pada lubang

Masalah potensial          : - bayi mengalami kesulitan bernafas karena terdapat lender pada hidung.
                                         - potensial terjadi asfiksia berat

Kebutuhan                      : - rasa hangat, karena terdapat lender pada hidung dan suhu tubuh yg dingin 37,60C
                                          - resusitasi
3.4 PLANNING
Tanggal 18 oktober 2011, pukul 10.00 WIB
1.      Berikan suhu lingkungan yang optimal pada suhu 35 – 37oC yaitu dengan meletakkan bayi pada inkubator
Ø  R: Untuk menjaga suhu tubuh bayi agar tetap hangat
2.      Berikan cairan dan elektrolit ( glukosa 5 – 10 persen ) dengan jumlah yang disesuaikan umur dan BB 60-125 kg BB/hari
Ø  R: Untuk memberikan tambahan nutrisi pada bayi
3.       Berikan oksigen secara hati-hati sebelumnya dilakukan pemeriksaan analisis gas darah arteri bila fasilitas untuk pemeriksaan tidak ada, maka O2 diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari 40 atau 0,8 L / menit
Ø  R: untuk membantu pernafasan bayi agar pernafasan bayi menjadi teratur dan cukup kuat
4.      Berikan antibiotik (penisilin dengan dosis 50.000-100.000 UI/kg BB/hari atau 100 mg/kg dengan atau gentamicin 3-5) mg
Ø  R: Untuk mencegah terjadinya infeksi
5.      Berikan surfaktan eksogen (surfaktan dari luar)
Ø  R: untuk memenuhi kadar surfaktan dan untuk meredakan tegangan permukaan alveolus agar  tidak terjadi kolaps
 
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi. RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan, penyebab sindrom ini terdiri faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin,dan faktor persalinan.
Sindrom ini terdiri atas dipsnue, merinti/gruncing, tachipnue, retraksi dinding dada serta sianosis. Gejala ini timbul biasanya dalam 24jam pertama setelah lahir dengan degradasi yang berbeda-beda,namun yang selalu adalah dipsnue yang Merupakan tanda kesulitan ventilasi paru. gangguan pernafasan ini dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi  bayi berupa kerusakaa otak atau bahkan kematian.
4.2 Saran
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan apabila ada kekurangan, kami mohon saran dan kritik membangun sehingga dapat kami tingkatkan dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Esty.  2009. Asuhan Neoatus Anak dan Balita. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Saifuddin, Abdul Bari. Dkk. 2009. Buku Buku Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan Internal dan Neonatal. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Ester, Monica. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta.
Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Nuha Medika: Yogyakarta.
Marmi dan Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.